Madiun,– Pilkada serentak 2024 di bumi kampung pesilat dihebohkan munculnya sebuah video diduga Kepala Puskemas (Kapus) Kare dr. Saifudin berucap dengan lantang mendukung paslon Madiun Menyala, yang merupakan akronim salah satu kandidat pasangan calon bupati dan wakil bupati di depan seorang perempuan yang diduga oknum istri seorang Kepala Desa (Kades).
Video pendek berdurasi 20 detik itu cukup heboh di tengah gencarnya upaya kampanye netralitas ASN dan Kades di Pilkada serentak 2024. “Bu lurah Randu Alas Menyala,” ucap Saefudin sambil mengacungkan jari telunjuknya.
Dihubungi, Camat Kare Alfiantoro mengatakan tidak ada Kepala Desa seorang wanita di seluruh Kecamatan Kare. Dia juga mengaku belum detail mengetahui isi didalam video yang sempat heboh tersebut.
“Saya belum paham isi video mas. Namun saya jelaskan dari 8 Desa di Kec Kare tidak ada Kades wanita. Kades Randu Alas itu namanya Suyadi,” terang Alfiantoro, melalui sambungan telepon, Jumat (22/11/2024).
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun Agung Tri Widodo mengatakan, akan memanggil dr. Saefudin dalam waktu dekat. “Nanti secepatnya akan saya panggil mas,” kata Agung Tri Widodo.
Ditempat terpisah, Kepala Puskesmas Kare dr. Saefudin hingga berita ini ditayangkan sama sekali tidak membalas pesan singkat dari awak media.
Sekedar diketahui baru-baru ini Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah pasal mengenai aturan pidana terkait netralitas pilkada. Dengan demikian apabila Pejabat daerah dan TNI-Polri melanggar pasal tersebut maka bisa dipidana.
Ketentuan tersebut merupakan putusan MK yang memasukkan frasa “pejabat daerah” dan “anggota TNI/Polri” ke dalam norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pasal 188 UU 1/2015 berbunyi: “Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00.”(jonipras/gsi)
No Responses